Sejarah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM): Gerakan Mahasiswa Islam dan Ortom Muhammadiyah

Table of Contents

 


I. Pendahuluan

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan sebuah organisasi mahasiswa di Indonesia yang memiliki hubungan struktural yang erat dengan Muhammadiyah, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia. IMM secara resmi didirikan pada tanggal 14 Maret 1964 di Yogyakarta.1 Sebagai salah satu organisasi otonom (Ortom) Muhammadiyah, IMM berfungsi sebagai wadah khusus bagi mahasiswa, baik yang menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) maupun di universitas swasta dan negeri lainnya di seluruh Indonesia.4 Tujuan utama pendirian IMM adalah untuk mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia, sebagai bagian integral dari upaya mencapai tujuan besar Muhammadiyah dalam mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.5

IMM memiliki jejak sejarah yang panjang dan peran yang signifikan dalam lanskap pendidikan tinggi dan kepemudaan di Indonesia.3 Sebagai gerakan mahasiswa Islam, IMM tidak dapat dipisahkan dari dinamika kebudayaan dan selalu berupaya menampilkan serta mengekspresikan kebudayaan yang berakar pada nilai-nilai Islam, kemanusiaan, dan kebangsaan.10 IMM memposisikan dirinya sebagai pelopor, penerus, dan penyempurna cita-cita pembaharuan (tajdid) serta amal usaha Muhammadiyah, memastikan kontinuitas perjuangan organisasi induknya.6

Identitas IMM sebagai "gerakan mahasiswa Islam" dan "organisasi otonom Muhammadiyah" 1 menunjukkan posisi strategisnya yang unik. Sebagai Ortom, IMM mendapatkan legitimasi, jaringan luas, sumber daya, dan landasan ideologis yang kuat dari Muhammadiyah. Ini memberikan fondasi yang stabil dan misi yang jelas bagi organisasi. Pada saat yang sama, sebagai gerakan mahasiswa, IMM memiliki dinamisme, pemikiran kritis, dan kelincahan yang melekat pada organisasi kepemudaan. Hal ini memungkinkan IMM untuk terlibat langsung dalam dinamika kampus, diskursus intelektual, dan isu-isu kontemporer yang dihadapi mahasiswa. Kombinasi ini menjadikan IMM mampu berperan sebagai "stabilisator" dan "dinamisator" dalam gerakan ijtihad Muhammadiyah yang lebih luas.11 Posisi ini memungkinkan IMM untuk menjembatani kesenjangan generasi dan memastikan regenerasi kepemimpinan serta ide-ide dalam ekosistem Muhammadiyah, memperluas jangkauan pengaruh Muhammadiyah dari institusi keagamaan tradisional hingga ke ranah akademik dan publik. Hal ini penting bagi kelangsungan dan pengaruh jangka panjang Muhammadiyah.

II. Latar Belakang dan Proses Pendirian IMM

Pendirian IMM tidak lepas dari dua faktor utama yang saling berkaitan: faktor internal dari tubuh Muhammadiyah sendiri dan faktor eksternal yang berasal dari dinamika sosial-politik nasional.

A. Faktor Internal Muhammadiyah

Ide untuk membentuk wadah khusus bagi mahasiswa Muhammadiyah telah ada jauh sebelum IMM didirikan. Anggapan mengenai pentingnya organisasi mahasiswa ini pertama kali dicetuskan pada Muktamar Muhammadiyah ke-25 di Jakarta pada tahun 1936.1 Pada kesempatan yang sama, Muhammadiyah juga telah mencanangkan cita-cita besar untuk mendirikan universitas atau perguruan tinggi sendiri.1

Keinginan untuk menghimpun dan membina mahasiswa Muhammadiyah tidak dapat langsung terwujud karena pada saat itu Muhammadiyah belum memiliki perguruan tinggi sendiri. Oleh karena itu, mahasiswa yang berafiliasi dengan Muhammadiyah sementara waktu diwadahi dalam organisasi otonom yang sudah ada seperti Nasyiatul Aisyiyah (NA) dan Pemuda Muhammadiyah, serta tidak sedikit pula yang aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).1 Cita-cita mendirikan perguruan tinggi baru terealisasi pada 18 November 1955 dengan berdirinya Fakultas Hukum dan Filsafat di Padang Panjang. Kemudian diikuti dengan pembangunan fakultas serupa di Surakarta (1958), Akademi Tabligh Muhammadiyah di Yogyakarta, dan Fakultas Ilmu Sosial di Jakarta yang berkembang menjadi Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).6

Inisiasi konkret pembentukan IMM dimulai dengan berdirinya Lembaga Dakwah Mahasiswa pada 15 Desember 1963, sebuah ide yang berasal dari Drs. Mohammad Djazman.1 Dorongan kuat untuk segera membentuk organisasi khusus mahasiswa datang dari berbagai kota, terutama dari mahasiswa Muhammadiyah di Jakarta seperti Nurwowijoyo, Sarjono, M. Yasin, Sutrisno Muhdam, M.Z., dan Suherman.1 Desakan ini kemudian sampai kepada Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah (saat itu diketuai M. Fachrurrazi dan sekretaris umum Mohammad Djazman), yang kemudian mengusulkan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah (diketuai K.H. Ahmad Badawi) agar dibentuk organisasi khusus bagi mahasiswa Muhammadiyah. Usulan ini disetujui, dan nama "Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah" sendiri adalah usulan dari Drs. Mohammad Djazman Al-Kindi, yang juga menjadi koordinator sekaligus ketua pertama IMM.6

B. Faktor Eksternal dan Dinamika Nasional

Faktor eksternal yang melatarbelakangi berdirinya IMM terkait erat dengan situasi dan kondisi di luar Muhammadiyah. Pada masa itu, umat Islam di Indonesia masih banyak dipengaruhi oleh tradisi, pemahaman, dan kepercayaan yang tidak selaras dengan ajaran Islam murni, seringkali bercampur dengan takhayul, bid'ah, dan khurafat.6 Selain itu, kehidupan berbangsa dan bernegara sedang diancam oleh pengaruh ideologi komunis (PKI), serta permasalahan seperti keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, dan konflik kekuasaan antar kelompok dan partai politik. Demokrasi dan kedaulatan rakyat tertekan di bawah kebijakan Demokrasi Terpimpin Presiden Sukarno.6

Iklim politik Indonesia pada awal hingga pertengahan 1960-an sangat dipengaruhi oleh Presiden Sukarno, ABRI (khususnya Angkatan Darat), dan PKI. Organisasi-organisasi mahasiswa pun terpecah berdasarkan afiliasi politik ini: GMNI berpihak pada Sukarno, HMI, PMKRI, dan SOMAL pada ABRI, sementara CGMI pada PKI.6 Kelahiran IMM pada 14 Maret 1964 terjadi di tengah tekanan kuat PKI untuk membubarkan HMI.1 Meskipun ada anggapan bahwa IMM dibentuk untuk menampung anggota HMI jika dibubarkan, sumber menegaskan bahwa faktor historis IMM justru untuk membantu dan membela eksistensi HMI dari upaya PKI, bukan untuk menggantikannya.6 Penting juga dicatat bahwa beberapa tokoh kunci dalam pendirian IMM tidak pernah terlibat dalam HMI.6

Meskipun tekanan eksternal seperti upaya PKI membubarkan HMI 1 tampak menjadi pemicu utama, gagasan internal Muhammadiyah untuk memiliki wadah mahasiswa telah ada sejak Muktamar ke-25 pada tahun 1936.1 Hal ini menunjukkan bahwa kelahiran IMM bukanlah semata-mata reaksi terhadap kondisi eksternal, melainkan puncak dari visi strategis jangka panjang Muhammadiyah untuk membina penerus intelektual dan memperluas jangkauan dakwahnya di kalangan mahasiswa. Situasi politik yang bergejolak pada tahun 1960-an, khususnya tekanan terhadap HMI, menjadi momentum yang tepat bagi Muhammadiyah untuk merealisasikan ambisi yang telah lama dipegang ini. Penjelasan bahwa IMM bertujuan membela HMI, bukan menggantikannya 6, semakin memperkuat karakter proaktif dari keputusan Muhammadiyah, menunjukkan komitmennya terhadap gerakan mahasiswa Islam yang lebih luas daripada sekadar keuntungan organisasi sempit. Ini menyoroti kemampuan Muhammadiyah dalam membangun institusi secara strategis dan jangka panjang.

C. Peresmian dan "Enam Penegasan IMM"

IMM diresmikan pada 14 Maret 1964 M, bertepatan dengan 29 Syawal 1384 H, di Yogyakarta.1 Acara peresmian dilaksanakan di gedung Dinoto Yogyakarta.1

Peresmian IMM ditandai dengan penandatanganan "Enam Penegasan IMM" oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat itu, K.H. Ahmad Badawi.1 Dokumen ini menjadi landasan ideologis dan arah perjuangan IMM. Penandatanganan "Enam Penegasan IMM" pada saat peresmian IMM 1 lebih dari sekadar formalitas; itu adalah manifesto fundamental IMM. Isi dari enam penegasan ini sangat komprehensif, mendefinisikan identitas IMM (gerakan mahasiswa Islam), landasan ideologisnya (Kepribadian Muhammadiyah), peran fungsionalnya (eksponen dalam Muhammadiyah), kedudukan hukumnya, serta prinsip inti ilmu dan amal (ilmiah-amaliah, lilLahi Ta'ala).1 Dokumen ini segera membentuk karakter IMM yang berbeda dan mencegahnya menjadi sekadar organisasi mahasiswa umum atau proksi politik. Penekanan pada "ilmu adalah amaliah dan amal adalah ilmiah" 1 sangat penting karena ini mendasari pendekatan intelektual dan praktis IMM yang unik, mengadvokasi sintesis antara pengetahuan teoretis dan aplikasi di dunia nyata. Dokumen pendirian ini memastikan koherensi ideologis dan arah yang jelas sejak awal, memungkinkan IMM untuk menavigasi lanskap politik yang kompleks tanpa kehilangan identitas intinya. Ini menjadi cetak biru untuk kegiatan masa depannya, membimbing pengembangan kader, implementasi program, dan keterlibatannya dengan masyarakat.

Berikut adalah "Enam Penegasan IMM":

Tabel 1: Enam Penegasan IMM

| No. | Penegasan |Makna dan Implikasi |

| :-- | :--- |:--- |

| 1. | IMM adalah gerakan mahasiswa Islam | Menegaskan identitas IMM sebagai organisasi mahasiswa yang berlandaskan nilai-nilai Islam dan bergerak di kalangan mahasiswa. |

| 2. | Kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM | Menunjukkan bahwa IMM adalah bagian integral dari Muhammadiyah, mengadopsi prinsip dan ideologi Muhammadiyah sebagai dasar gerakannya. |

| 3. | Fungsi IMM adalah sebagai eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah | Menjelaskan peran IMM sebagai perwakilan dan penggerak mahasiswa dalam mewujudkan cita-cita Muhammadiyah. |

| 4. | IMM adalah organisasi yang sah, mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara yang berlaku | Menegaskan legalitas IMM dan komitmennya untuk beroperasi sesuai dengan konstitusi dan hukum negara Indonesia. |

| 5. | Ilmu adalah amaliah dan amal adalah ilmiah | Menekankan pentingnya integrasi antara teori dan praktik; pengetahuan harus diwujudkan dalam tindakan nyata, dan tindakan harus didasari oleh pemikiran ilmiah. |

| 6. | Amal IMM adalah lilLahi Ta'ala dan senantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat | Menegaskan bahwa setiap aktivitas IMM dilakukan semata-mata karena Allah dan berorientasi pada kemaslahatan umat dan bangsa. |

III. Dinamika Gerakan dan Periode Sejarah IMM

Dalam perjalanannya, IMM mengalami dinamika gerakan yang naik turun dan pasang surut.1 Selama lebih dari tiga setengah dasawarsa, IMM telah mengalami empat periode gerakan utama, masing-masing dengan karakteristik dan tantangan tersendiri.1

A. Periode Pergolakan dan Pemantapan (1964-1971)

Periode awal IMM ini ditandai dengan lingkungan sosio-politik, ekonomi, budaya, nasional, dan agama yang sangat bergejolak dan kritis.6 IMM secara langsung menghadapi kebijakan Manipol Usdek Sukarno, konsep Nasakom, dan ancaman dari Partai Komunis Indonesia (PKI).5 Aktivitas organisasi pada masa ini berfokus pada pengembangan personalia, penguatan struktur organisasi, serta upaya pendirian dan perluasan cabang IMM di berbagai kota dan universitas di seluruh Indonesia.6 Meskipun di tengah gejolak, IMM berhasil membentuk pola gerakan, prinsip perjuangan, dan struktur organisasi yang kokoh.6 Mohammad Djazman Al-Kindi secara konsisten menjabat sebagai Ketua DPP IMM selama periode ini.6 Tokoh-tokoh awal IMM lainnya yang berperan penting termasuk A. Rosyad Sholeh, Soedibjo Markoes, Mohammad Arief, dan M. Amien Rais.6 IMM juga terlibat aktif dalam peristiwa-peristiwa penting nasional, seperti bergabung dengan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada tahun 1965, di mana salah satu tokoh DPP IMM, Slamet Sukirnanto, bahkan menjadi Ketua Presidium Pusat KAMI.6 IMM juga menghadapi ancaman dan teror dari PKI, bahkan sempat mencari restu dari Presiden Sukarno pada 14 Februari 1965 untuk melindungi eksistensinya.6

B. Periode Pengembangan (1971-1975)

Setelah periode konsolidasi, fokus IMM bergeser ke pengembangan organisasi melalui program-program di bidang sosial, ekonomi, dan pendidikan.6 Musyawarah Nasional (Munas) III IMM di Yogyakarta (14-19 Maret 1971) memilih A. Rosyad Sholeh sebagai Ketua Umum dan Machnun Husein sebagai Sekretaris Jenderal DPP IMM.6 Meskipun salah satu anggota DPP-nya, Slamet Sukirnanto, adalah perumus Deklarasi Pemuda Indonesia, IMM tidak diakui sebagai salah satu pendiri Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) karena tidak menandatangani deklarasi tersebut.6 IMM menunjukkan kepeduliannya terhadap isu-isu nasional dengan mengirimkan surat kepada Presiden Soeharto pada 16 Januari 1974 terkait insiden Malari (Malapetaka Lima Belas Januari 1974). Dalam surat tersebut, IMM meminta referendum untuk mencari kebenaran objektif mengenai kebijakan pemerintah dan berharap pemerintah tidak menekan aspirasi serta idealisme mahasiswa.6 Gagasan-gagasan IMM pada periode ini mencakup pentingnya pendidikan sebagai "human investment" dan peran organisasi mahasiswa sebagai organisasi kader dan dakwah, dengan penekanan pada potensi, partisipasi, fleksibilitas, dan kesederhanaan.6

C. Periode Tantangan (1975-1985)

Muktamar IV IMM di Semarang (21-25 Desember 1975) memilih Zulkabir sebagai Ketua Umum dan M. Alfian Darmawan sebagai Sekretaris Jenderal DPP IMM.6 Periode ini secara signifikan ditandai oleh kevakuman kepemimpinan nasional (DPP IMM) selama satu dekade, karena tidak ada musyawarah nasional atau tanwir yang seharusnya dilaksanakan pada tahun 1978.6 Periode ini juga bertepatan dengan diberlakukannya kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) oleh pemerintah Orde Baru pada tahun 1978. Kebijakan ini bertujuan untuk mensterilkan kampus dari aktivitas politik yang dianggap berpotensi membahayakan stabilitas keamanan dan kekuasaan pemerintah, dengan membatasi demonstrasi, seminar, dan diskusi yang mengkritik pemerintah.17

Meskipun terjadi kevakuman di tingkat pusat, aktivitas IMM tetap berjalan aktif dan bersemangat di tingkat bawah (Dewan Pimpinan Daerah/DPD, Pimpinan Cabang/PC, dan Pimpinan Komisariat/PK), menunjukkan identitas yang kuat dan melekat pada jiwa para pimpinan dan kader IMM di daerah.6 Ini menunjukkan ketahanan organisasi IMM dan kemampuannya untuk beradaptasi. Struktur desentralisasi dan landasan ideologis yang kuat di tingkat akar rumput memungkinkan IMM untuk bertahan dari represi politik dari atas. IMM tetap mampu menghasilkan gagasan-gagasan penting, seperti perlunya Menteri Negara Urusan Pemuda untuk memfasilitasi komunikasi dengan eksponen pemuda, serta usulan pengendalian konsumsi publik dan perlindungan industri kecil.6 Ketahanan ini menyoroti kekuatan sistem kaderisasi dan komitmen kepemimpinan lokalnya, yang berfungsi sebagai "pola penahanan" penting selama periode represi negara, menunggu kondisi politik yang lebih menguntungkan untuk muncul kembali di panggung nasional.

D. Periode Kebangkitan (1985-sekarang)

Periode ini dimulai dengan terbitnya Surat Keputusan (SK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah No. 10/PP/1985 pada 31 Agustus 1985, yang membentuk DPP (Sementara) IMM.6 Setelah diresmikan pada 1 September 1985, DPP (Sementara) IMM segera melakukan reorganisasi dan kembali mengaktifkan berbagai kegiatan.6 Tanwir IMM ke-7 di Surakarta (7-10 Desember 1985), dengan tema "Bangkit dan Tegaskan Identitas Ikatan," berhasil merevitalisasi IMM secara signifikan.6 Muktamar IMM ke-5 di Padang, Sumatera Barat (14-18 April 1986), berhasil membentuk kepemimpinan DPP IMM yang baru untuk periode 1986-1989 (Ketua Umum: Nizam Burhanuddin; Sekretaris Jenderal: M. Arifin Nawawi). Muktamar ini juga merumuskan konsep pengembangan wawasan kebangsaan dan masyarakat, serta menata ulang sistem kaderisasi dan program kerja.6 Muktamar dan Tanwir selanjutnya terus menjaga eksistensi IMM dan memastikan regenerasi kepemimpinan.6

IMM menunjukkan peran pentingnya dengan aktif berpartisipasi dalam gerakan reformasi 1997, mendukung penggulingan Presiden Soeharto. Contohnya adalah keterlibatan IMM dalam Komnas AMM di Yogyakarta dan pembentukan FAKSI IMM di Jakarta.6 IMM juga terlibat dalam pemantauan referendum Timor Timur pada 30 Agustus 1999.6 Hingga saat ini, IMM terus berkembang dengan memiliki 26 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan 115 Pimpinan Cabang (PC), dengan perkiraan sekitar 567.000 anggota yang tersebar di berbagai universitas, baik negeri, swasta, maupun Muhammadiyah.6

Keterlibatan IMM dalam peristiwa-peristiwa penting nasional seperti bergabung dengan KAMI pasca G30S/PKI dan pengiriman surat kepada Presiden Soeharto terkait insiden Malari 6 menunjukkan kesiapannya untuk berinteraksi dengan isu-isu politik nasional yang krusial, bahkan saat organisasi baru terbentuk atau menghadapi tekanan. Sikap proaktif ini, meskipun IMM menyatakan dirinya "bukan gerakan politik praktis" 11, mengindikasikan pemahaman yang mendalam tentang perannya sebagai kekuatan moral dan intelektual yang dapat memengaruhi diskursus dan kebijakan nasional. Hal ini sejalan dengan apa yang Muhammadiyah sebut sebagai "politik adiluhung" atau "politik nilai".22 Artinya, keterlibatan IMM dalam ranah politik tidak didorong oleh ambisi kekuasaan elektoral atau kepentingan partisan, melainkan oleh komitmen pada prinsip-prinsip moral dan etika, mengadvokasi keadilan, transparansi, dan kesejahteraan publik. IMM bertindak sebagai "kelompok penekan" atau "agen perubahan" 8 yang mengkritisi kebijakan dan memengaruhi opini publik berdasarkan nilai-nilai Islam dan Muhammadiyah, memenuhi fungsinya sebagai "stabilisator dan dinamisator dalam gerakan ijtihad".11 Partisipasinya dalam Reformasi 1998 6 lebih lanjut menggambarkan pendekatan ini, di mana IMM selaras dengan tuntutan masyarakat yang lebih luas untuk perubahan yang berakar pada prinsip-prinsip moral. Ini menunjukkan bagaimana organisasi sosial-keagamaan, terutama yang memiliki landasan etika yang kuat seperti IMM, dapat memberikan pengaruh signifikan pada politik nasional tanpa harus berubah menjadi partai politik. Dengan berfokus pada otoritas moral, kontribusi intelektual, dan mobilisasi kader, mereka dapat secara efektif mengadvokasi kebaikan masyarakat dan tata kelola yang etis, sehingga membentuk arah bangsa dengan cara yang khas.

Berikut adalah ringkasan periode gerakan IMM:

Tabel 2: Periode Gerakan IMM

Periode (Tahun)

Nama Resmi Periode

Karakteristik/Fokus Utama

Peristiwa/Perkembangan Penting

1964-1971

Pergolakan dan Pemantapan

Konsolidasi organisasi, pengembangan personalia, perluasan cabang di tengah gejolak politik (Manipol Usdek, Nasakom, PKI).

Bergabung dengan KAMI, Mohammad Djazman Al-Kindi sebagai Ketua DPP IMM.

1971-1975

Pengembangan

Pengembangan organisasi melalui program sosial, ekonomi, pendidikan; fokus pada isu mahasiswa dan nasional.

Munas III IMM, pengiriman surat terkait Malari, gagasan "human investment" pendidikan.

1975-1985

Tantangan

Kevakuman kepemimpinan nasional (DPP IMM) selama satu dekade; aktivitas tetap berjalan di tingkat bawah.

Muktamar IV IMM, kebijakan NKK/BKK, IMM tetap aktif di tingkat DPD, PC, PK.

1985-sekarang

Kebangkitan

Reorganisasi, revitalisasi, regenerasi kepemimpinan; partisipasi aktif dalam reformasi nasional.

Pembentukan DPP (Sementara) IMM, Tanwir IMM ke-7, Muktamar IMM ke-5, partisipasi dalam Reformasi 1997 dan referendum Timor Timur.

IV. Ideologi, Tujuan, dan Struktur Organisasi IMM

A. Tujuan dan Trilogi IMM

Tujuan utama IMM, sebagaimana termaktub dalam Anggaran Dasar IMM Pasal 6, adalah "mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah".5 Tujuan ini berlandaskan pada tiga pilar utama: pembentukan akademisi Islam, penekanan pada akhlak mulia, dan kontribusi terhadap pencapaian tujuan Muhammadiyah.8

Untuk mencapai tujuannya, IMM bergerak dalam tiga bidang kajian utama yang dikenal sebagai "Trilogi IMM": keagamaan (religiusitas), kemahasiswaan (intelektualitas), dan kemasyarakatan (humanitas).5 Ketiga bidang ini juga diinterpretasikan sebagai gerakan intelektualitas, humanitas, dan spiritualitas.8

Trilogi IMM yang mencakup keagamaan, kemahasiswaan, dan kemasyarakatan 5 lebih dari sekadar daftar area aktivitas; itu adalah kerangka kerja komprehensif untuk pengembangan kader yang holistik. Pendekatan ini memastikan bahwa kader IMM tidak hanya tajam secara intelektual dan kokoh secara agama, tetapi juga peka secara sosial dan aktif terlibat dalam mengatasi masalah masyarakat, sejalan dengan visi Muhammadiyah yang lebih luas tentang "masyarakat Islam yang sebenar-benarnya".24 Penekanan pada "ilmiah-amaliah" 1 berarti bahwa kegiatan intelektual tidak terisolasi tetapi secara fundamental diarahkan untuk manfaat praktis dan kontribusi sosial, sementara tindakan sosial diinformasikan oleh pengetahuan yang ketat. Pendekatan terpadu ini memastikan bahwa kader IMM tidak hanya sarjana akademik atau tokoh agama, atau sekadar aktivis sosial, tetapi individu yang seimbang yang mewujudkan keseimbangan iman, intelektual, dan tanggung jawab sosial. Slogan "Anggun dalam Moral, Unggul dalam Intelektual" 5 dengan sempurna merangkum cita-cita holistik ini. Kerangka kerja komprehensif untuk pengembangan kader ini merupakan landasan efektivitas IMM dan sangat penting untuk keberlanjutan jangka panjang Muhammadiyah. Ini memastikan pasokan pemimpin yang berkelanjutan yang tidak hanya selaras secara ideologis dengan visi Muhammadiyah tetapi juga cakap secara intelektual dan sadar sosial, siap untuk berkontribusi secara berarti pada amal usaha Muhammadiyah dan masyarakat Indonesia yang lebih luas. Model ini berkontribusi pada penciptaan kumpulan kepemimpinan yang dinamis dan adaptif untuk masa depan.

  • Keagamaan: IMM berupaya membentuk akademisi Islam yang memiliki akhlak mulia dengan menanamkan nilai-nilai keagamaan yang kuat. Ini diwujudkan melalui proses perkaderan yang berfokus pada pembinaan rohani dan akal pikiran, serta menjadikan nilai-nilai Islam sebagai napas perjuangan. Kegiatan keagamaan seperti pembacaan ayat suci Al-Quran, kultum (kuliah tujuh menit), tadabur ayat, dan program Imam Training (yang membina kerohanian dan ibadah) merupakan bagian integral dari upaya ini.5
  • Kemahasiswaan: IMM menjadikan basis intelektual sebagai inti gerakannya. Dalam perkaderan, IMM berfokus pada pembentukan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan akademik yang unggul, dengan semboyan "Anggun dalam Moral, Unggul dalam Intelektual".5 IMM menekankan pentingnya penguasaan kompetensi intelektualitas sebagai dasar pembentukan akademisi Islam yang berakhlak mulia, serta mempromosikan budaya membaca dan menulis sebagai basis keilmuan yang harus dijaga.5
  • Kemasyarakatan: IMM mengemban tugas dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar (menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran) di kalangan mahasiswa dan masyarakat luas. Sebagai organisasi pergerakan, IMM memiliki peran dalam pemberdayaan masyarakat dan mencerdaskan masyarakat, khususnya dalam ranah pendidikan Islam. IMM berupaya memadukan ketiga bidang ini (keagamaan, kemahasiswaan, dan kemasyarakatan) sebagai landasan untuk mewujudkan generasi Islam yang peka terhadap realitas sosial dan mampu berkontribusi nyata.5

B. Program Kerja dan Bidang Kajian

Secara umum, program kerja IMM dirancang untuk memperkuat eksistensi organisasi dalam mencapai tujuannya.6 Perencanaan dan implementasi program-program ini berorientasi pada pengembangan kader IMM dengan tiga kompetensi dasar: akidah (keyakinan), intelektual, dan kemanusiaan.6

Program kerja IMM memiliki penekanan yang berbeda di setiap level kepemimpinan, meskipun saling berurutan dan mendukung:

  • Tingkat Komisariat: Fokus pada kemahasiswaan, pengkaderan, keorganisasian, dan kemasyarakatan.6
  • Tingkat Cabang: Penekanan pada pengkaderan, kemahasiswaan, keorganisasian, dan kemasyarakatan.6
  • Tingkat Daerah: Prioritas pada keorganisasian, kemasyarakatan, pengkaderan, dan kemahasiswaan.6
  • Tingkat Pusat: Penekanan utama pada kemasyarakatan, keorganisasian, pengkaderan, dan kemahasiswaan.6

Contoh program kerja spesifik yang dilakukan IMM meliputi tabligh akbar, temu alumni, diskusi politik, sayembara video dakwah, kajian rutin Sirah Nabawiyah, deklarasi "Desa Anti Politik Uang", bakti sosial, donor darah, senam, Rumah Asuh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (RAIMM), dan pengembangan bidang kewirausahaan.15 Bidang Immawati (kader putri) secara khusus diarahkan pada upaya penguatan jati diri dan peran aktif sumber daya kader perempuan IMM dalam transformasi sosial menuju masyarakat utama, termasuk membangun realisasi kesetaraan gender dan merespon isu kemanusiaan berbasis adil gender.6

C. Struktur Organisasi

IMM memiliki struktur organisasi vertikal yang teratur, menyerupai Muhammadiyah dan organisasi otonom lainnya, mulai dari tingkat pusat hingga komisariat.6

Tabel 3: Struktur Organisasi IMM

Tingkat Kepemimpinan

Akronim

Lokasi Geografis/Institusional

Hubungan Horizontal dengan Muhammadiyah

Pusat

DPP

Ibukota negara Indonesia

PP Muhammadiyah

Daerah

DPD

Ibukota provinsi

PW Muhammadiyah

Cabang

PC

Ibukota kabupaten

PD Muhammadiyah

Komisariat

PK

Fakultas/Universitas

PC/PR Muhammadiyah

Selain itu, IMM juga memiliki lembaga pimpinan yang dinamakan KORKOM (Koordinator Komisariat), yang dibentuk di universitas yang memiliki lebih dari dua komisariat. Tugas KORKOM adalah mengkoordinir dan membantu kerja Pimpinan Cabang di suatu universitas.6

Setiap level kepemimpinan IMM juga menjaga hubungan organisasi secara horizontal dengan Pimpinan Muhammadiyah di tingkat yang setara (misalnya, DPP IMM dengan PP Muhammadiyah, DPD IMM dengan PW Muhammadiyah, dst.).6 Struktur kepemimpinan dari DPP hingga PK umumnya terdiri dari Ketua Umum/Ketua, Sekretaris Jenderal/Sekretaris Umum, Bendahara Umum, dan beberapa Ketua Bidang serta Sekretaris Bidang yang membawahi bidang-bidang seperti Organisasi, Kader, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Hikmah, Sosial Ekonomi, dan Immawati.6 Struktur ini didukung oleh satu biro (Biro Kerjasama Luar Negeri dan Hubungan Internasional, hanya di tingkat DPP), beberapa lembaga kajian (misalnya, Lembaga Kajian Kelembagaan dan Pengembangan Organisasi, Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumber Daya Kader, Lembaga Pengembangan Ilmu Keagamaan dan Sosial Budaya), dan dua korps (Korps Instruktur dan Korps Immawati).6

V. Peran dan Kontribusi IMM

IMM secara fundamental berperan sebagai "laboratorium akademisi Islam." Dalam peran ini, IMM melakukan pembinaan kader melalui berbagai kegiatan, baik yang bersifat formal (seperti Darul Arqom Dasar/DAD, Darul Arqom Madya/DAM) maupun non-formal, serta menyediakan pembinaan lanjutan (follow-up) setelah proses perkaderan utama.5 IMM secara konsisten menekankan internalisasi nilai-nilai Islam dalam seluruh aspek kegiatan dan kehidupan kadernya, memastikan bahwa setiap gerakan berlandaskan pada agama Islam yang hanif.5 Tujuan utama dari seluruh proses ini adalah mencetak kader yang memiliki kompetensi yang seimbang dalam aspek agama, intelektual, dan kemanusiaan.8 Kaderisasi menjadi jalur utama yang ditempuh IMM untuk melahirkan generasi penerus yang tangguh, dengan menancapkan ideologi Muhammadiyah sebagai ruh perjuangan yang tak tergoyahkan.9 Sebagai organisasi kader yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan, dan kemahasiswaan, IMM secara langsung berkontribusi pada pencapaian tujuan Muhammadiyah.7

Kader-kader IMM telah menunjukkan kontribusi yang sangat signifikan dengan menduduki berbagai posisi kepemimpinan di berbagai sektor. Ini mencakup bidang politik, pendidikan, dan pemerintahan, serta secara aktif menjalankan amanah persyarikatan untuk merawat dan memajukan amal usaha Muhammadiyah.27 Secara kuantitatif, transformasi kader IMM paling dominan terlihat dalam pengabdian untuk memajukan amal usaha Muhammadiyah (AUM), terhitung 60,7% dari responden kader IMM di kota dan kabupaten Bima. Contoh AUM yang dipimpin kader IMM meliputi Pusat Kesehatan Umum (PKU) dan berbagai lembaga pendidikan. Salah satu pencapaian signifikan adalah perubahan bentuk perguruan tinggi STIH menjadi Universitas Muhammadiyah Bima, yang merupakan wujud komitmen kader IMM dalam menjaga dan memajukan AUM.27 Selain itu, sebanyak 20% dari responden kader IMM menduduki kursi kepemimpinan di lembaga pemerintahan, di mana mereka telah memberikan banyak ide dan gagasan perubahan untuk pemberdayaan kehidupan yang lebih stabil.27 Kader IMM juga memimpin di lembaga independen (10%), lembaga pendidikan (30%), organisasi sosial kemasyarakatan (6,7%), dan lembaga kesehatan (3,6%).27 Hubungan antara IMM dan Muhammadiyah sangat erat dan saling mendukung, sebagaimana ditunjukkan oleh 90% responden, menegaskan komitmen dan misi bersama dalam berkontribusi bagi bangsa.27

IMM berperan sebagai organisasi pergerakan yang menjadi suara idealis kaum akademisi/intelektual. IMM aktif dalam mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan rakyat kecil.8 Organisasi ini memiliki peran signifikan dalam menyuarakan suara rakyat, misalnya sebagai kelompok penekan kebijakan, melakukan lobi, negosiasi, mediasi antara pemerintah dan masyarakat, serta menjadi mitra berbagi antara pemerintah dan masyarakat.8 Peran ini mencakup partisipasi dalam isu-isu budaya, politik, ekonomi, dan pendidikan.25 IMM juga berkontribusi dalam pendidikan politik bagi pemuda, membantu pemerintah daerah dan mensosialisasikan isu-isu krusial. Namun, dalam menjalankan peran ini, IMM menghadapi hambatan seperti keterbatasan anggaran, narasumber, dan sumber daya manusia.30

VI. Kesimpulan

Sejarah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) adalah cerminan dari dinamika panjang antara idealisme keagamaan, aspirasi intelektual, dan realitas sosial-politik Indonesia. Didirikan pada 14 Maret 1964, IMM lahir dari visi jangka panjang Muhammadiyah untuk membina kader intelektualnya, meskipun momentum pendiriannya juga dipengaruhi oleh gejolak politik dan tekanan terhadap organisasi mahasiswa Islam lainnya. "Enam Penegasan IMM" menjadi landasan kokoh yang membentuk identitas, tujuan, dan arah perjuangannya, menegaskan posisi IMM sebagai gerakan mahasiswa Islam yang berlandaskan Kepribadian Muhammadiyah dan berorientasi pada kemaslahatan umat.

Perjalanan IMM melalui berbagai periode, dari pergolakan awal hingga kebangkitan pasca-Orde Baru, menunjukkan ketahanan dan kemampuan adaptasinya yang luar biasa. Bahkan di bawah tekanan politik yang represif, seperti kebijakan NKK/BKK, IMM mampu mempertahankan eksistensinya melalui penguatan di tingkat akar rumput. Keterlibatannya dalam peristiwa-peristiwa nasional, seperti Reformasi 1998, membuktikan bahwa IMM tidak sekadar organisasi kampus, melainkan kekuatan moral dan intelektual yang aktif dalam perubahan sosial-politik, berpegang pada prinsip "politik adiluhung" yang mengutamakan nilai dan etika di atas pragmatisme kekuasaan.

Melalui "Trilogi IMM" (keagamaan, kemahasiswaan, kemasyarakatan), IMM berhasil menciptakan kerangka pengembangan kader yang holistik, menghasilkan akademisi Islam yang berakhlak mulia, unggul dalam intelektual, dan peka terhadap isu-isu sosial. Kontribusi kader IMM yang tersebar di berbagai posisi kepemimpinan, baik di amal usaha Muhammadiyah maupun lembaga pemerintahan, menunjukkan keberhasilan IMM dalam mencetak pemimpin yang siap mengabdi pada agama, bangsa, dan negara. Dengan demikian, IMM tidak hanya menjadi penerus cita-cita Muhammadiyah, tetapi juga agen perubahan yang relevan dan signifikan dalam membangun masa depan Indonesia yang lebih baik.

 

Karya yang dikutip

  1. Sejarah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah – ESI Kemdikbud – PK ..., diakses Juni 12, 2025, https://immcardiodental.umy.ac.id/sejarah-imm-esi-kemdikbud/
  2. Sejarah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah - PK IMM Cardiodental FKIK-FKG UMY, diakses Juni 12, 2025, https://immcardiodental.umy.ac.id/sejarah-imm/
  3. Kapan IMM Didirikan? Ini Sejarah dan Tujuan Pendiriannya | kumparan.com, diakses Juni 12, 2025, https://kumparan.com/berita-hari-ini/kapan-imm-didirikan-ini-sejarah-dan-tujuan-pendiriannya-23NPdydtFby
  4. Refleksi 59 tahun IMM: Sejarah Berdirinya Ikatan Mahasiswa, diakses Juni 12, 2025, https://umj.ac.id/opini/refleksi-59-tahun-imm-sejarah-berdirinya-ikatan-mahasiswa-muhammadiyah/
  5. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sebagai ... - Edusoshum, diakses Juni 12, 2025, https://edusoshum.org/index.php/EDU/article/download/13/40/297
  6. Fakultas Sains dan Teknologi Terapan UAD - Sejarah IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), diakses Juni 12, 2025, https://immfastuad.mu.or.id/sejarah-imm-ikatan-mahasiswa-muhammadiyah
  7. Sejarah Dan Ideologi Gerakan IMM (Muhammad Al Hasyir) | PDF - Scribd, diakses Juni 12, 2025, https://id.scribd.com/presentation/775819101/Sejarah-Dan-Ideologi-Gerakan-IMM-Muhammad-Al-Hasyir
  8. Materi 1 Kader IMM - Ideologi | PDF - Scribd, diakses Juni 12, 2025, https://id.scribd.com/document/493148395/materi-1-kader-IMM-ideologi
  9. Desain Perkaderan IMM Malang Raya PDF - Scribd, diakses Juni 12, 2025, https://id.scribd.com/document/418707190/Desain-Perkaderan-IMM-Malang-Raya-pdf
  10. Milad IMM ke-61, IMM DIY Luncurkan Jurnal Pemikiran hingga Beragam Agenda, diakses Juni 12, 2025, https://www.suaramuhammadiyah.id/read/milad-imm-ke-61-imm-diy-luncurkan-jurnal-pemikiran-hingga-beragam-agenda
  11. Kajian Sejarah: Mengulik Histori Kelahiran IMM - News Portal of Universitas Ahmad Dahlan, diakses Juni 12, 2025, https://news.uad.ac.id/kajian-sejarah-mengulik-histori-kelahiran-imm/
  12. IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) : Latar Belakang Sejarah ..., diakses Juni 12, 2025, https://id.scribd.com/document/548457103/Imm
  13. IMM | Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Magelang, diakses Juni 12, 2025, https://teknik.unimma.ac.id/imm/
  14. www.google.com, diakses Juni 12, 2025, https://www.google.com/search?q=tokoh+pendiri+IMM
  15. Bidang-Bidang - IMM | Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah UNISA Yogyakarta, diakses Juni 12, 2025, https://imm-fikes.unisayogya.ac.id/program-kerja/
  16. GERAKAN MAHASISWA DALAM MEWUJUDKAN DEMOKRASI DI INDONESIA (Studi atas Peranan HMI MPO Cabang Yogyakarta, diakses Juni 12, 2025, https://digilib.uin-suka.ac.id/25973/1/BAB%20I%2C%20V%2C%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
  17. Student Movement During the Orde Baru Period 1974-1978: from MALARI to NKK/BKK - Journal UHAMKA, diakses Juni 12, 2025, https://journal.uhamka.ac.id/index.php/jhe/article/download/11426/3633/33903
  18. Kebijakan Kontroversial Pemerintah Orde Baru di Ranah Pendidikan Tinggi Indonesia dalam Perspektif Historis - Jurnal UISU, diakses Juni 12, 2025, https://jurnal.uisu.ac.id/index.php/mkd/article/download/10380/7431
  19. Sejarah IMM - Official Web IMMakassar, diakses Juni 12, 2025, https://www.immakassar.or.id/p/sejarah-imm.html
  20. Gerakan Reformasi 1998 dan Keterlibatan Mahasiswa di Tingkat Lokal: Kasus Sumatera Barat - ResearchGate, diakses Juni 12, 2025, https://www.researchgate.net/publication/366670634_Gerakan_Reformasi_1998_dan_Keterlibatan_Mahasiswa_di_Tingkat-Lokal_Kasus_Sumatera_Barat
  21. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Bab ini menggambarkan dan menguraikan bagaimana rekap sejarah reformasi pad - Repository UIN Raden Fatah Palembang, diakses Juni 12, 2025, https://repository.radenfatah.ac.id/19930/3/3.pdf
  22. IMM dan Politik Adiluhung: Antara Politik Nilai dan Politik Praktis | Muhammadiyah Jateng, diakses Juni 12, 2025, https://pwmjateng.com/imm-dan-politik-adiluhung-antara-politik-nilai-dan-politik-praktis/
  23. IMM FISIP: Mahasiswa Sebagai Agen Perubahan Politik - UMJ, diakses Juni 12, 2025, https://umj.ac.id/kabar-kampus/2023/06/imm-fisip-mahasiswa-sebagai-agen-perubahan-politik/
  24. Epistemologi Ikatan.pdf - Repository UHAMKA, diakses Juni 12, 2025, http://repository.uhamka.ac.id/447/1/Epistemologi%20Ikatan.pdf
  25. Peranan organisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cabang Djazman Al Kindi Kota Yogyakarta dalam penguatan keterampilan berpartisipasi kader, diakses Juni 12, 2025, https://journal.uad.ac.id/index.php/Citizenship/article/download/17922/pdf_36/47644
  26. SEJARAH PEMBENTUKAN IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH DI KOTA MEDAN SKRIPSI A. FACHRIZA HAQI HARAHAP NIM, diakses Juni 12, 2025, http://repository.uinsu.ac.id/14451/1/Skripsi%20Fachriza%20full.pdf
  27. IMM DAN PERGERAKAN KEPEMIMPINAN MUHAMMADIYAH DI ..., diakses Juni 12, 2025, https://ejournal.iaimbima.ac.id/index.php/kreatif/article/download/2534/993
  28. Peran IMM dalam Membangun Masa Depan yang Lebih Baik - Muhammadiyah Solo, diakses Juni 12, 2025, https://muhammadiyahsolo.com/20250406/peran-imm-dalam-membangun-masa-depan-yang-lebih-baik-9641
  29. IMM UMY – Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah UMY, diakses Juni 12, 2025, https://imm.umy.ac.id/
  30. Peran Organisasi Kepemudaan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dalam Melaksanakan Pendidikan Politik Bagi Pemuda di Kota Padang, diakses Juni 12, 2025, http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=1732791&val=14527&title=Peran+Organisasi+Kepemudaan+Ikatan+Mahasiswa-Muhammadiyah+dalam+Melaksanakan+Pendidikan+Politik+Bagi+Pemuda+di+Kota+Padang

Posting Komentar