Sejarah KOKAM Muhammadiyah: Dari Garda Ideologi Bangsa hingga Pelopor Kemanusiaan

Table of Contents

 



I. Pendahuluan: Mengenal KOKAM Muhammadiyah

Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM) merupakan sebuah organisasi paramiliter sipil yang menjadi bagian tak terpisahkan dari Pemuda Muhammadiyah, salah satu organisasi otonom terbesar di bawah naungan Muhammadiyah. Sebagai organisasi Islam modernis terbesar di Indonesia, Muhammadiyah membentuk KOKAM sebagai respons terhadap kebutuhan mendesak akan kekuatan terorganisir di tengah gejolak nasional yang melanda Indonesia. Didirikan pada 1 Oktober 1965, KOKAM telah menginjak usia lebih dari lima dekade, membuktikan relevansinya yang berkelanjutan dalam sejarah bangsa Indonesia.1

Kelahiran KOKAM pada pertengahan 1960-an menandai perannya sebagai garda terdepan dalam menjaga ideologi negara dan ketertiban sosial. Organisasi ini muncul di saat-saat kritis, ketika negara menghadapi ancaman serius terhadap dasar-dasar ideologisnya.2 Seiring berjalannya waktu, peran KOKAM tidak statis; ia telah mengalami evolusi signifikan. Dari tugas awal pengamanan dan penumpasan ancaman ideologis, KOKAM kini merambah ke bidang kemanusiaan, mitigasi bencana, hingga pembinaan karakter pemuda. Transformasi ini mencerminkan kemampuan adaptasi KOKAM dan kontribusinya yang berkelanjutan terhadap bangsa.2

II. Latar Belakang Kelahiran KOKAM: Krisis Nasional 1965

Awal tahun 1965 ditandai dengan keprihatinan mendalam di kalangan kader persyarikatan Muhammadiyah. Situasi sosial-politik saat itu sangat genting, diwarnai oleh upaya penggerogotan ideologi negara Pancasila. Pancasila yang merupakan dasar filosofis bangsa Indonesia, saat itu sedang diperas menjadi Trisila, kemudian Ekasila, yang puncaknya terwujud dalam konsep Gotong Royong yang identik dengan Nasakom (Nasional, Agama, dan Komunis). Ideologi Nasakom ini dipandang sebagai ancaman serius terhadap fondasi negara.4

Selain itu, terjadi pula aksi-aksi sepihak oleh kelompok komunis yang semakin mengintensifkan ofensif revolusioner mereka. Contohnya adalah penggarapan lahan perkebunan negara secara ilegal oleh sekitar 3.000 anggota Barisan Tani Indonesia (BTI) pada November 1961. Aksi-aksi semacam ini, termasuk insiden Bandar Betsi di Sumatera Utara yang menewaskan seorang letnan angkatan darat, bertujuan untuk menciptakan "situasi revolusioner" guna merebut kekuasaan. Kondisi ini secara kolektif menciptakan ketegangan sosial dan politik yang memuncak di seluruh negeri.5

Dalam konstelasi politik yang memanas, Pemuda Muhammadiyah menghadapi tantangan besar: mereka tidak mendapatkan tempat di Front Nasional karena ditolak menjadi anggota Front Pemuda. Front Pemuda pada masa itu hanya menerima organisasi pemuda yang berafiliasi dengan partai politik.4 Keterpinggiran ini memiliki dampak yang luas. Ketika jalur partisipasi formal dalam struktur pemuda nasional tertutup, organisasi masyarakat sipil besar seperti Muhammadiyah secara alami mencari atau menciptakan mekanisme alternatif untuk melindungi kepentingan dan ideologinya. Kondisi ini menjadi pemicu langsung bagi Muhammadiyah untuk membentuk kekuatan terorganisir sendiri yang dapat bertindak secara independen dan menjaga eksistensinya.

Peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI) menjadi katalis utama bagi pembentukan KOKAM. Pada malam 30 September 1965, RRI Jakarta mengumumkan "Gerakan 30 September" yang menargetkan para jenderal pimpinan Angkatan Darat. Informasi yang terkumpul dengan cepat menunjukkan bahwa perebutan kekuasaan ini didalangi oleh PKI/DN Aidit, dengan Presiden dan beberapa perwira tinggi hilang atau diculik. Negara berada dalam keadaan bahaya yang luar biasa.5 Kondisi darurat nasional ini memicu rapat darurat pimpinan Muhammadiyah di Jakarta pada malam 1 Oktober 1965. Rapat tersebut diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) di Jl. Limau, bahkan dalam kondisi mati lampu. Dalam suasana yang mencekam inilah, keputusan krusial untuk membentuk Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM) diambil.5

III. Proklamasi dan Tokoh Sentral KOKAM

KOKAM secara resmi diproklamasikan pada pukul 21.30 WIB, 1 Oktober 1965, setelah rapat darurat yang dihadiri oleh tokoh-tokoh penting Muhammadiyah seperti Prodjokusumo, Lukman Harun, Sutrisno Muhdam, Soejitno, Haiban HS, Sumarsono, Imam San'ani, Jalal Sayuti, dan Muhammad Suwardi.5 Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) di Jl. Limau ditetapkan sebagai markas besar KOKAM.5

Sosok sentral di balik pembentukan KOKAM adalah Haji Soedarsono Prodjokusumo, atau lebih dikenal sebagai H.S. Prodjokusumo. Beliau adalah pencetus dan komandan pertama KOKAM.5 Latar belakangnya yang unik sangat menentukan. H.S. Prodjokusumo memiliki pengalaman militer, pernah bergabung dengan Akademi Militer (Akmil) Yogyakarta hingga tahun 1947 dan kemudian bertugas di Kementerian Pertahanan.7 Keahlian organisasional dan strategis yang diperoleh dari latar belakang militernya memberikan fondasi struktural yang kuat bagi KOKAM. Di sisi lain, ia juga memiliki akar yang sangat dalam di Muhammadiyah, sebagai putra dari seorang pendiri ranting Muhammadiyah Sidoarjo dan aktif dalam berbagai lembaga pendidikan Muhammadiyah seperti PTPG/FKIP/IKIP Muhammadiyah Jakarta, serta pencetus Ikatan Karyawan Muhammadiyah (IKM) dan Ikatan Seniman Budayawan Muhammadiyah (ISBM).7 Perpaduan antara keahlian militer dan komitmen yang mendalam terhadap Muhammadiyah menjadikannya figur yang sangat tepat untuk memimpin unit paramiliter ini, memastikan KOKAM selaras dengan nilai-nilai persyarikatan dan mendapatkan kepercayaan penuh dari para kader.

Pembentukan KOKAM segera disahkan secara aklamasi oleh K.H.A. Badawi, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada saat itu.5 Komando pertama yang dikeluarkan oleh K.H.A. Badawi sangat tegas dan memberikan legitimasi keagamaan yang kuat bagi seluruh jajaran KOKAM: "Mensirnakan Gerakan 30 September / PKI adalah ibadah".5 Frasa "ibadah" di sini memiliki makna yang sangat mendalam. Dalam konteks keagamaan Islam, ibadah adalah perintah langsung dari Tuhan, yang membawa bobot spiritual dan kewajiban yang sangat besar. Dengan membingkai perjuangan anti-PKI sebagai sebuah ibadah, K.H.A. Badawi mengangkatnya melampaui sekadar tugas politik atau nasionalistik semata. Sanksi keagamaan ini sangat beresonansi dengan kader-kader Muhammadiyah yang religius, memberikan mereka motivasi yang mendalam, pembenaran moral, dan rasa tujuan ilahi untuk tindakan mereka, yang pada akhirnya mendorong partisipasi yang luas dan bersemangat.

Tabel 1: Linimasa Penting Sejarah KOKAM Muhammadiyah

Tanggal/Periode

Peristiwa/Fase Penting

Sumber

November 1961

Aksi sepihak Barisan Tani Indonesia (BTI)

5

Awal 1965

Penggerogotan Pancasila & penolakan Pemuda Muhammadiyah dari Front Nasional

4

1 Oktober 1965 (21.30 WIB)

Proklamasi KOKAM & Komando K.H.A. Badawi

5

9-11 November 1965

Konferensi Kilat PP Muhammadiyah & Pengesahan KOKAM

5

1967-1998

Fase Konsolidasi & Penjagaan Aset Muhammadiyah

8

1998-Sekarang

Fase Kebangkitan & Peran Kemanusiaan/Reformasi

2

IV. Peran KOKAM dalam Penumpasan G30S/PKI

Setelah komando tegas dari K.H.A. Badawi, seluruh kekuatan keluarga besar Muhammadiyah dengan cepat bertransformasi menjadi KOKAM, membentuk organisasi yang solid di bawah komando KOKAM Pusat. H.S. Prodjokusumo secara resmi ditunjuk sebagai Komandan KOKAM untuk seluruh Indonesia.5 Laporan pembentukan dan aktivitas KOKAM mengalir dari seluruh penjuru negeri, menunjukkan mobilisasi yang cepat dan luas. Wilayah-wilayah seperti Yogyakarta, Jawa Tengah (khususnya Pekalongan dan Surakarta), Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Riau, dan Jambi dengan sigap membentuk unit-unit KOKAM dan memulai aksinya.5

Dalam menghadapi ancaman G30S/PKI, KOKAM bangkit dan bekerja sama erat dengan elemen-elemen ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia).5 Kerja sama ini merupakan sebuah aliansi strategis yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Di Yogyakarta, misalnya, KOKAM bahkan mendapatkan pelatihan dari pasukan Baret Merah (RPKAD) dan sering meminjam senjata, termasuk granat, dari RPKAD. Hal ini menunjukkan tingkat kerja sama yang erat dan kepercayaan yang tinggi dari pihak militer terhadap KOKAM.5 Di Jawa Tengah, KOKAM memiliki "Pasukan Inti" yang juga dilatih oleh ABRI. Sementara itu, di Jawa Timur, perwira Angkatan Darat dan Laut secara aktif melatih, membimbing, dan bahkan langsung memimpin unit-unit KOKAM di lapangan. Di luar Jawa, KOKAM juga mendapatkan pinjaman senjata dan kendaraan dari ABRI, serta melakukan kegiatan camping bersama. Tingkat integrasi operasional antara paramiliter sipil ini dengan angkatan bersenjata negara selama krisis nasional yang mendalam ini memperlihatkan dinamika sejarah yang signifikan, di mana aktor non-negara menjadi mitra penting dalam menjaga keamanan dan stabilitas negara.

Fokus utama KOKAM pada masa itu adalah menjaga keamanan keluarga besar Muhammadiyah dan berkolaborasi dengan kekuatan anti-G30S.5 Selain itu, KOKAM juga memainkan peran krusial dalam mengamankan aset-aset Muhammadiyah. Sebagai contoh, didirikan satu kompi KOKAM khusus untuk mengamankan tanah wakaf di Cipulir, yang kemudian berkembang menjadi kompleks pendidikan Muhammadiyah.9

V. Evolusi dan Kontribusi KOKAM Pasca-1965

Pasca-penumpasan G30S/PKI, peran KOKAM mengalami pergeseran signifikan, memasuki fase konsolidasi dari tahun 1967 hingga 1998. Selama periode Orde Baru ini, KOKAM lebih banyak berperan dalam penjagaan aset Muhammadiyah dan kegiatan seremonial, menyesuaikan diri dengan kondisi politik yang lebih stabil namun cenderung represif.8 Meskipun demikian, KOKAM tetap aktif menjalin kerja sama dengan sesama kekuatan anti-PKI lainnya.9

Memasuki era Reformasi pada tahun 1998, KOKAM kembali menemukan momentumnya. Organisasi ini terlibat aktif dalam mengawal proses reformasi dan suksesi kepemimpinan nasional, menunjukkan perannya sebagai kekuatan penyeimbang dalam dinamika politik saat itu.8 Pergeseran fokus KOKAM dari konfrontasi ideologis ke pelayanan kemanusiaan dan sosial pasca-1965 adalah sebuah adaptasi strategis yang dilakukan oleh Muhammadiyah untuk mempertahankan relevansinya di tengah perubahan zaman. Kini, KOKAM telah menjelma sebagai kekuatan sipil yang siap sedia hadir di setiap panggilan kemanusiaan dan kebangsaan, tidak lagi semata-mata sebagai pasukan anti-komunis. Istilah "paramiliter" dalam konteks KOKAM dimaknai sebagai barisan disiplin sipil yang terlatih dan terorganisir, tunduk pada prinsip konstitusi dan nilai-nilai kemanusiaan universal, dan bukan merupakan kekuatan represif.2 Peran yang berkembang ini mencerminkan pemahaman bahwa fungsi sebuah organisasi tidak statis dan harus terus berkembang seiring dengan kebutuhan masyarakat, sekaligus menegaskan filosofi dakwah bil hal (dakwah melalui perbuatan nyata) yang menjadi ciri khas Muhammadiyah.

Dalam bidang kemanusiaan dan sosial, KOKAM secara konsisten menjadi garda terdepan dalam penanganan bencana alam di seluruh tanah air. Mereka terlibat aktif dalam evakuasi, distribusi bantuan, dan rehabilitasi pascabencana.2 Aksi-aksi ini sejalan dengan semangat al-Ma'un Muhammadiyah yang menekankan kepedulian terhadap kaum dhuafa dan kemanusiaan, di mana KOKAM bergerak murni karena panggilan iman dan kemanusiaan. Selain itu, KOKAM juga berkontribusi dalam penanganan konflik sosial, menjaga perdamaian di tingkat akar rumput, dan bahkan dapat bertindak sebagai tenaga arbitrase dalam kasus-kasus konflik tertentu.3 KOKAM juga aktif dalam pendidikan kebangsaan, penguatan nilai-nilai Pancasila, dan pembinaan generasi muda agar memiliki akar kebangsaan yang kuat.2

Salah satu kekuatan utama KOKAM adalah independensinya. Meskipun memiliki kedekatan emosional dengan berbagai tokoh nasional, KOKAM tetap menjaga jarak dari politik praktis. Sikap ini memastikan KOKAM tetap dipercaya oleh masyarakat dari berbagai latar belakang.2 Kemandirian ini memungkinkan KOKAM untuk beroperasi sebagai kekuatan penyeimbang dan pelayan masyarakat tanpa terjebak dalam kepentingan sesaat atau polarisasi politik. Independensi ini memastikan misi KOKAM tetap fokus pada kemaslahatan umat dan bangsa, bukan untuk meraih kekuasaan, sehingga menjadikannya teladan kedewasaan organisasi dan kematangan kaderisasi.2

Tabel 2: Peran dan Kontribusi KOKAM Muhammadiyah (Dulu dan Sekarang)

Periode

Peran Utama

Sumber

1965-1967 (Fase Awal)

Penumpasan G30S/PKI, menjaga ideologi negara (Pancasila), menjaga keamanan keluarga Muhammadiyah.

5

1967-1998 (Fase Konsolidasi)

Penjagaan aset Muhammadiyah, kegiatan seremonial, kerja sama dengan kekuatan anti-PKI.

8

1998-Sekarang (Fase Kebangkitan)

Mengawal reformasi & proses demokrasi, kegiatan sosial & kemanusiaan (tanggap bencana, pertolongan pertama, mitigasi risiko), penanganan konflik sosial, pembinaan kader & pendidikan kebangsaan, menjaga keutuhan NKRI & nilai-nilai Muhammadiyah.

2

VI. Struktur Organisasi dan Keanggotaan

KOKAM memiliki struktur organisasi yang tersusun secara hierarkis untuk memastikan efektivitas operasionalnya. Struktur ini membentang dari tingkat Pusat (nasional), Wilayah (provinsi), Daerah (kabupaten/kota), Cabang (kecamatan), hingga Ranting (desa/kelurahan).8 Di tingkat Pusat, KOKAM dan SAR (Search and Rescue) merupakan salah satu bidang strategis di bawah Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, dengan posisi Ketua (saat ini Elli Oschar) dan Sekretaris (saat ini Didik Kusnanto) KOKAM dan SAR yang jelas.15 Contoh struktur di tingkat daerah juga menunjukkan adanya komandan strategis, komandan operasional, serta unit-unit fungsi spesifik seperti SAKTI, Provost, Intelijen, dan Logistik, yang menunjukkan pembagian tugas yang terperinci.16

Untuk menjadi anggota KOKAM, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Calon anggota harus merupakan anggota Pemuda Muhammadiyah, berjenis kelamin laki-laki, berusia minimal 17 tahun dan maksimal 40 tahun, serta beragama Islam (bagi non-Muslim harus diislamkan segera). Selain itu, mereka wajib mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Pemuda Muhammadiyah dan bersedia mengikuti Pendidikan dan Latihan Dasar (Diklat) KOKAM.8

KOKAM juga memiliki strategi internal yang memperkuat kohesi dan kapasitas mobilisasi seluruh angkatan muda Muhammadiyah. Keanggotaan KOKAM merupakan kumpulan dari berbagai Organisasi Otonom (Ortom) Muhammadiyah, seperti Tapak Suci (pencak silat), Hizbul Wathan (kepanduan), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), serta pemuda dan masyarakat umum lainnya.16 Pilihan struktural ini memungkinkan KOKAM untuk merekrut tidak hanya individu, tetapi juga menyatukan kekuatan dari berbagai sayap kepemudaan Muhammadiyah. Dengan mengambil anggota dari ortom khusus, KOKAM memperoleh beragam keahlian dan basis anggota yang lebih luas. Perpaduan ini memperkuat jaringan internal, memfasilitasi tindakan terkoordinasi, dan memastikan bahwa KOKAM dapat memanfaatkan kekuatan kolektif pemuda Muhammadiyah, menjadikannya organisasi yang lebih kuat dan efektif dalam menjalankan berbagai misinya.

VII. Kesimpulan: KOKAM sebagai Pilar Bangsa dan Persyarikatan

Sejak kelahirannya di tengah gejolak G30S/PKI pada tahun 1965, KOKAM telah membuktikan dirinya sebagai kekuatan sipil yang adaptif dan relevan dalam dinamika sejarah Indonesia. Organisasi ini memiliki tempat khusus dalam sejarah panjang Muhammadiyah dan bangsa Indonesia secara keseluruhan.18

Dari peran awalnya sebagai penjaga ideologi Pancasila dan aset-aset Muhammadiyah di masa-masa sulit, hingga kini menjadi pelopor dalam aksi kemanusiaan, penanganan bencana, dan penjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), KOKAM terus menunjukkan komitmennya yang teguh.2 Dengan semangat al-Ma'un yang mengedepankan kepedulian sosial dan jiwa patriotik yang kuat, KOKAM akan terus berdiri tegak, menjaga Indonesia tetap utuh dalam bingkai persatuan dan keadilan. KOKAM juga berkomitmen untuk terus berkontribusi positif bagi masyarakat melalui berbagai program pendidikan, sosial, dan lingkungan.2 KOKAM adalah cerminan bahwa kekuatan sebuah organisasi tidak selalu identik dengan kekerasan, dan ketegasan dalam prinsip dapat bersanding harmonis dengan kasih sayang dalam tindakan.

VIII. Daftar Pustaka/Sumber Bahan Artikel

 

Posting Komentar